02 Apr 2023

images/banners/LOGO%20KARIMATA%20NEW%20-%20PUTIH.png#joomlaImage://local-images/banners/LOGO KARIMATA NEW - PUTIH.png?width=7000&height=2500    |    1 Maret : Memperingati Peristiwa Serangan Umum yang terjadi di 1 Maret 1949     |    1 Maret : Memperingati Hari Penegakan Kedaulatan Negara     |    5 Maret : Memperingati Hari Konvensi CITES atau Perdagangan Satwa Liar     |    6 Maret : Memperingati Hari KOSTRAD     |    9 Maret : Memperingati Hari Wanita Indonesia     |    9 Maret : Memperingati Hari Musik Nasional     |    10 Maret : Memperingati Hari Persatuan Artis Film Indonesia atau PARFI     |    11 Maret : Memperingati Hari Surat Perintah     |    15 Maret : Memperingati Hari Hak Konsumen Sedunia     |    17 Maret : Memperingati Hari Perawat Nasional     |    18 Maret : Memperingati Hari Arsitektur Indonesia     |    24 Maret : Memperingati Hari Bandung Lautan Api     |    30 Maret : Memperingati Hari Film Indonesia    images/banners/LOGO%20KARIMATA%20NEW%20-%20PUTIH.png#joomlaImage://local-images/banners/LOGO KARIMATA NEW - PUTIH.png?width=7000&height=2500

Live Streaming Radio KARIMATA FM

DINAMIKA MADURA (05.00-09.00)

Program Acara

Jam: 05:00:00  -  09:00:00

Minggu, 2 April 2023

Melli Febrian

Melli Febrian

Aris Riyadi Koordinator Tim, Semprot Kitab Kuno Bahrul Lahut untuk hilangkan asam, Sebelum Laminasi (Foto: Hendra Karimata)

RADIO KARIMATA, PAMEKASAN – Sedikitnya ada 10 orang yang tergabung dalam tim Preservasi “Penyelamatan” Kitab kuno di Indonesia  dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Mereka hadir di Pamekasan dan melakukan Konservasi terhadap kitab kuno di Ponpes Azzubair Sumber Anyar Pamekasan, Madura.

Perpustakaan Raden Umro Pondok Pesantren Az Zubair Sumber Anyar Desa Larangan Tokol Kecamatan Tlanakan Pamekasan, Madura, mengoleksi ratusan kitab kuno. Sebenarnya ada sekitar 500 lebih judul kitab yang masih tersimpan rapi. Namun dari sekian kitab ada sebagian yang populer bahkan berusia sangat kuno

“Sejak kapan mulai tersimpan saya tidak tahu pasti, sebab kitab-kitab ini sudah ada ketika kami pertama ada di pondok ini, dan sekarang melakukan penyelamatan karena banyak yang mulai rusak, “ kata K. Habibullah Bahwi, Pengelola Perpustakaan Raden Umro, Selasa (12/3/2018) siang.

Menurutnya, pertama kali berdirinya pondok pesantren tersebut sejak pengasuh pondok pesantren Kyai Agung Zubari pada tahun 1515 Masehi, namun masyarakat mengenal pembukuan kitab tersebut pada generasi ke 4 yaitu Kyai Sukriwa sekitar tahun 1700-an masehi.

Menurut penelitian sebelumnya, ada dua kitab yang diketahui telah berusia ratusan tahun berdasarkan semacam watermark pada kertas kitab tersebut. Yaitu kitab Bahrul Lahut (Samudra Ketuhanan) atau kitab yang mempelajari tentang ketuhanan (tasawuf – falsafi). Kitab ini karangan Syech Abdullah Arif dari Aceh pada tahun 1600 – 1700. Versi asli tulisan tangan kitab ini hanya ada di Aceh, dan di Ponpes Azzubair Sumber Anyar. Kitab ini juga ada di Malaysia, tetapi di Malaysia dikabarkan hanya katalognya saja.

“Kemudian kitab Al Muhith, yaitu kamus bahasa arab Karya Muhammad Fairuz Zabadi, keunikannya kitab ini di dunia hanya ada dua untuk versi tulisan tangan. Yaitu di Universitas Al Azhar Kairo, Mesir dan di Perpustakaan Raden Umro, Ponpes Az Zubair Sumber Anyar sendiri, ini kata peneliti bukan kata saya,” jelasnya.

Selain itu menurut Habib panggilan akrabnya, kitab yang juga populer adalah kitab Tuhfah al Mursalah atau “Martabat tujuh” karya Burhan Burri dan Isanguji yang berisi filsafat Isagot Porpiere dari Yunani, serta kitab kuno lainnya seperti Majenun,  meski tidak sepopuler kitab lainnya, kitab tersebut dianggap kontroversi karena berisi tentang peleburan zat tuhan dalam fisik manusia sehingga dianggap penulisnya kala itu sedang tidak sadar.

“Kami senang karena tim yang datang akan menyelamatkan fisik kitab ini, bahkan sebelumnya yang terbuat dari daun lontar sudah hancur tak bisa dibaca,” Pungkas Habib.

Sementara Aris Riyadi S.Si, M.Hum Koordinator Tim Pelestarian Naskah Daerah Pamekasan menjelaskan, penyelamatan kitab kuno tersebut menjadi tanggungjawab semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat dan pondok pesantren.

“Kitab ada ratusan namun fokus kami hanya sekitar 93 kitab kuno, serta dengan sistem prioritas, kitab yang mana yang didahulukan, karena kita hanya ada waktu satu pekan di sini. Sementara sebelumnya juga sudah ada penelitian dari tim ahli soal keaslian dan lainnya,” kata Aris Riyadi.

Proses konservasi tersebut melalui beberapa tahap, dimulai dari Survey kondisi naskah, termasuk dokumentasi media agar mengetahui kondisi pertama sebelum penanganan kitab kuno tersebut, hingga nanti alih media agar bisa dibaca menggunakan E-book, dan disimpan di Perpustakaan Nasional agar bisa menjadi referensi generasi berikutnya.

“Kitab ini sangat kuno tapi sebagian kondisinya ada yang sangat kuat karena terbuat dari kertas daluwang  yaitu kertas dari kulit kayu, ada juga dari kertas Eropa, tapi berpeluang juga hancur, maka ada beberapa tindakan diantaranya proses Laminasi,” Paparnya.

Selain karena nilai keilmuan dari kitab tersebut, material kitab juga mendapat pujian karena menunjukkan kecanggihan tehnologi pembuatan kertas jaman dulu yang bertahan hingga usia antara 400 hingga 500 tahun.

Aris Riyadi menjelaskan, tahapan pengerjaan kitab kuno itu dimulai dari Survey kondisi dari naskah, dilanjutkan tahap Asidifikasi menggunakan larutan methanol dan barium disemprotkan ke naskah

“Tujuannya mengurangi keasaman kertas karena bercampurnya dengan zat atau kimia lain sejak ratusan tahun, selanjutnya dijemur hingga kering,” katanya.

Setelah dijemur dilakukan Manding (proses menambah dan menyambung koleksi naskah) menggunakan tissue paper atau kertas tisu Jepang yang tebal 20 gram permeter persegi,  setelah itu laminasi dengan menggunakan tissue jepang dengan ketebalan sekitar 6 gram atau lebih transparan, namun serat kertasnya lebih panjang dan tipis.

“Jadi saat terkena bahan lem CMC (Carboxy Methyl Cellulose) akan menempel dan transparan, maka dipotong sesuai Mal atau kondisi asli bentuk naskahnya atau sesuai ukuran, setelah itu baru susun ulang halamannya,” paparnya.

Langkah terakhir dilakukan penjilidan ulang menggunakan benang dan dibuatkan box atau kotak agar lebih aman dan mudah dibawa. “Semua Proses tersebut disebut dengan proses Konservasi,” Pungkasnya. (Hendra)